GRESIK | NUGres – Almarhum almaghfurlah KH Muchtar Djamil memiliki perhatian tinggi terhadap kelestarian budaya Islam nusantara dan kearifan lokal Gresik. Hal itu dibuktikan melalui ceramah keagamaan yang kerap disampaikan.
Kiai Tar demikian warga Gresik menyebut, selalu membagikan kisah perjalanan para auliya’ dalam mauidhoh hasanahnya. Bahkan di mana pun kegiatan, apa pun tema acara yang menghadirkannya, seolah sudah menjadi pakem bagi Kiai Tar bila sajian dakwahnya menyelipkan pengetahuan sejarah Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya kisah perjalanan para auliya’ semata, Kiai Tar juga memiliki referensi yang cukup luas mengenai dzuriyah serta jaringan santri atau pengikut para waliyullah. Khususnya, yang terhubung dengan Raden Ainul Yaqin atau Sunan Giri.
Kiai Tar merupakan Maestro Dakwah di Kabupaten Gresik. Nadanya yang kalem. Logatnya yang khas Gresikan. Juga kehadirannya di berbagai majelis pengajian umum di Kabupaten Gresik, membuat puluhan ribu orang hanyut dalam duka saat mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir pada 14 Maret 2022.
Ada wasiat atau pesan yang diawetkan. Wasiat ini juga didengar oleh NUGres. Beberapa pekan lalu bertemu dengan dua orang yang berbeda. Di waktu yang berbeda. Namun, keduanya berasal dari wilayah yang sama, Pegiren.
Pegiren sendiri merupakan istilah dari kawasan Giri. Meliputi desa atau kelurahan Kawisanyar, Sidomukti, Ngargosari, Giri, Klangonan hingga Sekarkurung.
Kendati dua informan NUGres itu kini berdomisili di tempat yang berbeda. Namun pengakuannya sama. Sama-sama pernah mendengar pesan Kiai Tar. Yakni permintaannya agar Basa Giri dihimpun dan ditulis.
“Dulu beliau (Kiai Tar) berpesan kalau bahasa Giri jaman dulu itu harus ditulis, ini agar dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya,” kata Miftahul Huda warga Tlogojero, kelurahan Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik.
Hal seturut diungkap oleh H. Nanang. Ia sendiri mengaku sebagai warga Gresik yang tumbuh besar di Sekarkurung, Kecamatan Kebomas Gresik. Sambil menyeruput kopi di Bungah, ia berkisah tentang Tradisi Sya’banan di wilayah Pegiren. Selanjutnya, ia berkisah tentang sosok Kiai Tar.
“Kiai Tar iku masiyo dak wong Giri, tapi pinter seru ngomong boso Giri. Jare Kiai Tar, boso Giri mbiyen iku ben wong jobo Giri dak paham,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kedua warga Pegiren ini pun sempat menyebutkan beberapa kosakata populer Basa Giri. Di antaranya;
- Kindo : Kamu
- Wedle’ : Saya
- Siden : Lapar
- Saden : Cantik
- Wangoon : Keren, Luar biasa
- Jalan-jalan: Uklam-uklam
Dalam penelusuran NUGres, Basa Giri memang masih sangat minim sekali jejak tulisnya. Bahasa itu hanya melekat dalam diri wong Giri. Khususnya pada generasi Baby Boomers, generasi X dan Y.
Hal ini berbanding terbalik dengan bahasa Gresikan yang mudah sekali ditemukan artikel bahkan terkodifikasi menjadi kamus istilah yang rapi.
Sedangkan, beberapa sumber yang menjelaskan kalau Basa Giri merupakan Basa Walikan. Yaitu, dengan membalik pengucapan dalam kalimat Basa Jawa. Ada juga yang bilang tidak sepenuhnya bahasa walikan.
Seiring berkembangnya zaman, generasi Giri saat ini dimungkinkan asing dengan Basa Giri. Bahasa lokal yang menjadi bagian dari simbol persatuan, keakraban interaksi dan kebanggaan warga Pegiren. Itulah mungkin almarhum Kiai Tar menitipkan pesan kepada warga Giri untuk menghimpun, menulis, dan mengarsipkan Basa Giri.
Sebagaimana diketahui, almarhum almaghfurlah KH Muchtar Djamil merupakan salah seorang Mustasyar PCNU Gresik masa khidmat 2021 – 2026.
Editor: Chidir Amirullah
sumber berita ini dari nugres.or.id