Girimu.com-Menjalankan puasa merupakan kewajiban umat muslim seperti yang telah dia ikrarkan sebagai umat beragama. Karena puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib di laksanakan jika seseorang sudah mengikrarkan dirinya menjadi orang Islam.
Sebagaimana sudah disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 185 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agara kamu selalu bertakwa”.
Segala sesuatu, termasuk puasa yang dikerjakan manusia harus berkualitas sehingga memberi dampak positif baik kepada dirinya atau orang lain.
Sebab berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa kecuali haus dan lapar, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
رُبَّ صَاىِٔمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
“Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah).
Maka, agar puasa yang dikerjakan mendapat hasil yang berkualitas dan mempunyai dampak positif harus mengerjakan 3 hal sebagaimana berikut.
Pertama jagalah hati. Baik buruknya perilaku seorang manusia sangat bergantung pada hatinya. Jika hatinya baik maka perilakunya akan baik. Sebaliknya, bila hatinya buruk maka akan berakibat pada buruknya perilaku manusia tersebut.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa didalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati.
Hati juga merupakan bagian yang paling mudah terpengaruh, mudah berubah, dan juga sulit diobati. Tak heran bila para ulama tasawuf memiliki perhatian besar terhadap urusan yang satu ini.
Salah satu ulama salaf, Imam al-Ghazali menyatakan, siapa pun yang hendak menata laku amalnya, maka mulailah dengan menata hati. Namun, ia tidak akan mampu menata hatinya dengan baik, sebelum menanamkan lima prinsip.
Pertama, Allah adalah Maha mengetahui apa yang tersimpan, terbesit, dan dirahasiakan dalam hati hamba-hamba-Nya. Hal itu berdasarkan firman-Nya sebagai berikut ini.
وَاللهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ
Artinya: Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hatimu (QS al-Ahzab: 51).
Kedua, Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah saw:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa (HR Al-Thabrani).
Ketiga, hati ibarat raja, sedangkan anggota tubuh lain ibarat rakyat yang mengikutinya. Jika yang diikuti baik, maka pengikutnya pun akan baik. Jika pemimpinnya lurus, maka rakyatnya juga lurus. Adakalanya, pemimpin lurus, rakyatnya terkadang tidak lurus, apalagi pemimpinnya tidak lurus. Atas hal ini Rasulullah saw menyatakan:
أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
Artinya: Ingatlah bahwa dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Daging tersebut ialah hati (HR al-Bukhari).
Keempat, hati adalah gudang berbagai macam permata berharga dan makna-makna penting bagi seorang hamba. Permata pertama adalah akal, sedangkan permata paling mulia adalah makrifat kepada Allah, yang merupakan sebab kebahagiaan dunia dan akhirat. Permata berikutnya adalah mata hati (bashirah) yang menjadi modal untuk mendekat dan menghadap kepada Allah.
Permata selanjutnya adalah niat yang tulus dalam ketaatan, sekaligus yang menjadi faktor penentu tercapai dan tidaknya pahala kekal di sisi Allah. Berikutnya ialah macam-macam ilmu, hikmah, pengetahuan, yang menjadi faktor kemuliaan hamba, baik di hadapan Allah maupun di hadapan makhluk. Permata terakhir ialah perangai atau sifat-sifat yang terpuji.
Kelima, hati selalu menjadi sasaran serangan lawan. Dalam hal ini adalah serangan setan. Setan selalu mengintai kelengahannya. Ketika pemiliknya berdzikir, setan sedikit menjauh darinya. Namun, ketika pemilik hati lalai, setan kembali membisikinya. Di saat yang sama hati juga menjadi tempat turunnya bisikan baik, terutama ilham dan bisikan malaikat. Sehingga hati tidak terlepas dari dua sumber bisikan tersebut.
Kedua adalah jagalah diri. Nilai atau wibawa seseorang bukanlah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula ditentukan bentuk rupanya.
Tetapi, nilai dan wibawa seseorang justru ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri, setiap orang haruslah menjauhkan dirinya dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah SWT.
Dalam konteks ini, seseorang harus mampu mengendalikan hawa nafsunya yang tidak saja dari hal-hal yang haram. Bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-hal yang halal, karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.
Dalam banyak hal, al-Qur’an dan hadits telah memberikan contoh nyata dari ‘iffah (memelihara kehormatan diri), diantara contoh-contoh tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk menjaga kehormatan diri dari dalam hubungannya dengan masalah seksual, seorang muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan, pergaulan dan juga pakaiannya.
Selain itu juga tidak mengunjungi tempat-tempat yang ada maksiatnya, serta tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada perzinaan.
Kedua, untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta, Islam telah mengajarkan untuk tidak menengadahkan tangan (meminta-minta), terutama kepada orang-orang yang miskin.
Al-Qur’an telah menganjurkan kepada orang-orang yang berpunya untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap ‘iffah mereka.
Ketiga, untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain terhadap dirinya. Dalam melaksanakan usaha ini, seseorang harus betul-betul menjauhi segala macam bentuk ketidakjujuran. Janganlah berkata bohong, mungkir (ingkar) janji, khianat dan lain sebagainya.
Ketiga adalah keluarkan amunisi atau mengeluarkan sebagian harta benda yang kita mikiki. Mengeluarkan sedekah mengajarkan kita untuk tidak kikir dan bakhir.
Bagi kita, bersedekah dapat mencegah untuk tidak sombong dan angkuh, mengajarkan untuk tidak menumpuk harta, menumbuhkan rela berkorban dan membangkitkan rasa empati terhadap sesama manusia. Bahkan, bersedekah dapat menolak bala dan bencana.
Perumpamaan orang yang bersedekah juga hartanya tidak akan berkurang malah akan semakin bertambah.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah: 261).
Sebagai makhluk Allah SWT yang tak luput dari dosa, umat Islam senantiasa diberikan berbagai keistimewaan agar berkesempatan untuk bertaubat dan menghapus dosa-dosanya dengan cara yang yang diridhai oleh Nya.
Salah satu dari bukti kita bertaubat adalah ikhlash mengeluarkan sebagaian harta benda yang kita miliki kepada yang berhak menerimanya.
Allah juga menjelaskan di surat lainnya, bahwa Rizki dan harta bisa menjadikan kita lupa kepada Sang Pencipta dan bisa membuat kita rugi dunia dan akhirat (Q.S. 63:9).
Tetapi rizki dan harta juga bisa menghantarkan kita ke surga jika kita mensyukuri dan membelanjakannya di jalan Allah (Q.S. 14:7). Salah satu jalan mensyukuri rizki adalah dengan mengeluarkan infak.
Sedekah juga tidak hanya berupa harta atau benda, tapi juga bisa berupa bentuk lainnya seperti berbuat baik kepada orang lain, bertutur kata yang baik, tersenyum kepada orang lain, dan perbuatan baik lainnya.
Hadits Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, takbir, tahmid, tahlil dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah sedekah.
Jika tiga hal di atas bisa di kolaborasikan dengan baik dalam menjalankan puasa, insya Allah puasa tersebut akan mendapatkan hasil yang berkualitas dan bermartabat serta mempunyai dampak positif baik kepada diri orang yang berpuasa maupun kepada orang lain.