kabargresik.com – Rencana penambahan mata pelajaran pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Sekolah Dasar (SD) yang rencananya akan diperlakukan tahun ini masih belum menjadi keputusan final. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih terus menggodoknya.
Kepala Pusat Penilaian dan Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Abduh, menegaskan, keputusan penambahan Mapel masih belum final. “Sedang berproses (dibahas), kami akan rapat lagi untuk memfinalkan itu,” ungkap Kepala Pusat Penilaian dan Pendidikan (Kapuspendik) Kemendikbud Abduh, seperti dilansir republika, Senin (8/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Payung hukum yang menaungi kebijakan tersebut juga masih dalam pembahasan. Nantinya ada revisi Permendikbud Nomor 3 tahun 2017 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan.
“Karena memang revisi Permendikbud nya belum selesai. Kalau sudah selesai, baru akan diputuskan untuk kemudian kami sosialisasikan,” jelas Abduh.
Abduh mengakui, perlu ada persiapan yang matang jika gagasan penambahan mapel pada USBN SD jadi diterapkan tahun ini. Karena itu, aspek-aspek kesiapan tersebut akan menjadi pertimbangan dalam keputusan final nanti.
“Rencananya pembahasan keputusan final akan dihadiri oleh pihak-pihak terkait ya, baik BSNP dan lainnya. Diharapkan, akan ada keputusan terbaik,” tegas Abduh.
Baca Juga: Penjualan Stan Pasar Giri Bermasalah
Sementara itu, Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Suryadi menyatakan, gagasan untuk menambah mata pelajaran (mapel) dalam Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Sekolah Dasar (SD) belum bisa diterapkan pada tahun ajaran 2017/2018. Artinya, pelaksanaan ujian sekolah SD tetap mengacu pada kebijakan lama, yakni mengujikan tiga pelajaran saja.
Dia mengatakan, dari pembahasan internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan untuk meninjau ulang gagasan penerapan delapan mapel yang diujikan dalam USBN SD/MI tersebut. Peninjauan dilakukan, mengingat instrumen pendidikan SD di sejumlah daerah di Indonesia belum optimal. (rep/wik)