Girimu.com – Keberadaan persyarikatan Muhammadiyah, khususnya di tingkat ranting dan cabang mesti dikembangkan dengan terus melakukan inovasi dan terobosan untuk berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi umat atau masyarakat. Jangan sampai, secara formal ada organisasinya, tetapi sama sekali tidak berkegiatan.
Pesan itu ditekankan Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik, Ustdz Anas Thohir, dalam kesempatan Safari Subuh yang berlangsung di Masjid Al Islah Desa Sidowungu, Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur, Minggu (26/2/2024). Program bulanan Safari Subuh yang diinisiasi Majelis Tabligh PDM itu juga dihadiri beberapa pimpinan majelis/lembaga, di antaranya Majelis Tabligh, Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi (MPID), Lembaga Umroh dan Haji, juga Lazismu. Safari Subuh yang diawali dengan kajian oleh KH Muchtar Buchori itu juga dihadiri sejumlah pengurus PCM Menganti dan PRM Sidowungu, serta ibu-ibu Aisyiyah setempat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anas Thohir mengingatkan, kehadiran tim PDM dalam Safari Subuh dimaksudkan memberikan support untuk pengembangan dan kemajuan ranting di desa-desa, melalui pimpinan cabang di berbagai kecamatan di wilayah Kabupten Gresik. PDM akan terus menggali dan menghimpun semua permasalahan di bawah untuk kemudian dicarikan solusinya demi pengembangan dakwah persyarikatan. Karena itu, para pimpinan atau pengurus Muhammdiyah, baik di tingkat kecamatan, apalagi ranting di desa-desa, benar-benar memanfaatkan momen ini secara maksimal.
“Hey, Bapak-bapak Cabang, datangi ranting-ranting yang ada di desa-desa, gali permasalahan yang ada lalu bersama-sama kita carikan solusi. Mari bersinergi untuk mengembangkan persyarikatan. Apa pun yang terjadi di bawah, jika dipikirkan bersama, insya Allah pasti ada jalan keluarnya. Jangan sampai ada cabang dan ranting, tapi tidak punya kegiatan,” ujar Anas.
Sementara KH Muchtar Buchori dalam kajiannya menyampaikan, di Indonesia terdapat banyak perbedaan di antara masyarakatnya. Misalnya, ada bermacam-macam suku. Ada Jawa, ada Sunda, Batak, Madura, Bugis dan lain-lain, juga kultur dan bahasa yang berbeda-beda. Itulah keberagaman yang justru disyukuri.
“Adanya perbedaan itu jangan sampai jadi alasan untuk bertikai, bermusuhan lalu timbul perpecahan. Harusnya justru saling menguatkan dengan semangat persatuan, ukhuwah Islamiyah. Apalagi, barusan pemilu juga berpotensi timbulkan pertikaian dan perpecahan. Jangan!” tandas Yai Muchtar.
Dikatakan, perbedaan kultur dan bahasa biasanya tidak banyak menimbulkan masalah. Masalah bisa timbul ketika terjadi perbedaan status sosial, misalnya ada yang kaya dan miskin, penguasa dan rakyat, pangkat dan tidak pangkat, yang biasanya menimbulkan khasut atau iri dengki.
“Tidak suka orang lain senang. Ono tonggo tuku mobil, awake gak enak kabeh. Awas nek liwat tak balang watu. Jangan begitu. Semua sudah digariskan oleh Allah. Menyikapi beragam perbedaan, satu solusinya: tawakal ‘alallah. Berjiwamah qona’ah, nrima ing pandum. Zaman sekarang qona’ah itu sudah langka, karena lebih kuat tomak. Wis sugih masih saja korupsi, itu karena tomak,” tandasnya.
Selain tawakal, lanjut Yai Mochtar, milikilah sifat zuhud, tidak terlalu kedonyan, terlalu berorientasi keduniaan. Karena itu, tidak perlu iri denga apa yang dimiliki orang lain.
“Jangan terlalu kepikiran dunia, yang penting ikhtiar maksimal, soal hasil itu urusan Allah. Itulah namanya tawakal,” pungkas. (har)
Sumber berita ini dari girimu.com