Oleh: Dr Agus Rahmat Nugraha MAg*
BANDUNGMU.COM — Milad Muhammadiyah diperingati setiap tanggal 8 Dulhijjah di tahun Hijriah dan 18 Nonember Miladiah. Milad merupakan refleksi sekaligus gerak progresif bagi pergerakan Muhammadiyah.
Setiap tahun tema dan logo milad selalu menarik perhatian bagi siapa saja yang peduli dengan gerakan ini. Dalam setiap tema dan logo yang diusung selalu saja menghadirkan sebuah energi baru, yakni energi berkemajuan dalam mengisi gerak saat ini dengan memperhatikan masa lampau, dan menatap jauh ke depan dengan penuh asa dan harap.
Tema milad yang menjadi perhatian penulis dalam refleksi ini, selalu menjadi alur dan jalan cerita yang tidak sekedar menjelaskan gagasan biasa. Namun, tema milad selalu memberi jalan terang perihal makna ontologis (objek kajian) dan episteme kumulatif, baik untuk individual, dalam hal ini kader Muhammadiyah (selanjutnya ditulis kadermu) maupun untuk institusionalnya, yakni gerak laju persyarikatan.
Dengan membuka dua episteme ini secara kumulatif, akan tampak banyak nilai aksiologis yang hadir sebagai konsekuensinya (goals). Inilah harapan penulis bahwa episteme ini akan menjadi gerbang pembuka (starting of point) untuk adanya refleksi terbuka dan seluas-luasnya yang akan diungkap oleh kadermu dalam memahami makna tema tersebut.
Kadermu dalam tulisan ini adalah orang-orang yang telah memilih Muhammadiyah sebagai organisasi pergerakannya yang konsiten dengan segenap aturan main gerakan ini. Mereka tidak menduakannya. Mereka senantiasa hadir saat situasi berat dan ringan. Mereka bisa saja pimpinan, anggota, kader AMM, pengelola AUM, atau bahkan para simpatisan yang akan menghadirkan rasa cinta dan mencintai gerakannya ini.
Tema-tema milad dan momentum penting persyarikatan lainnya, terutama setelah masa covid-19, selalu bernapaskan teologi al-insyirah sebagai gerak optimis bahwa masa depan selalu memiliki harapan, semua masalah selalu bertemu solusi, dan setiap kesulitan selalu diiringi kemudahan.
Seperti tema milad ke-112 tahun 2024 ini, yakni “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua”, memiliki gerak napas yang demikian dalam sekaligus menggerakkan dengan dua diksi utama, yaitu “kemakmuran” dan “untuk semua.”
Tema-tema mutaakhir di beberapa milad dan bahkan di tema besar muktamar, tanwir, dan momen-momen penting lainnya di Muhammadiyah, selalu saja, sekali lagi, memiliki energi tahrier (energi pembebas) sesuai dengan zamannya. Tema itu menjadi pengingat sekagius trigger bagi kadermu di mana pun. Kader seolah-olah diajak untuk senantiasa berzikir, berpikir, dan beramal saleh segera kendatipun dalam situasi tidak ideal dan tidak nyaman.
Spirit yang hadir seolah-olah mengajak bergerak segera dan segeralah entaskan situasi tersebut, terutama menyangkut problem kemanusiaan, keumatan, kebangsaan-negara, bahkan problem kesemestaan.
Kadermu “ditempelkan” dalam tema milad 112 bertujuan agar ada stresshing bahwa cita-cita Muhammadiyah tentang apa pun akan selalu menjadi penggugah rasa bagi kadermu untuk selalu ada, hadir, dan menjadi bagian pokok dari cita-cita tersebut.
Apalagi jika cita-cita tersebut sudah berubah menjadi laku dan tindakan, maka di situ pulalah kadermu harus ada, hadir, dan menjadi bagian paling pokok dan terdepan untuk melaksanakannya dan terlalu lama ewuh pakewuh sekedar cerita claim dan dongeng pengantar tidur.
Dalam tinjauan filosofis awal, misalnya, KH Ahmad Dahlan pernah mewasiatkan tiga hal utama. Pertama, kutitipkan Muhammadiyah kepadamu. Kedua, hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah. Ketiga, jadi apa pun kalian, kembalilah ke Muhammadiyah.
Dalam ketiga wasiat awal itu, kita hendaknya membaca bahwa ini bukan sekedar slogan atau doktrin hampa, melainkan ajakan komitmen untuk setiap kadermu memahami sekaligus menyatalakasanakan isi wasiat tersebut dengan sebaik-baiknya sesuai dengan konteks zamannya dalam segala hal ikhwal aktivitas.
Inilah makna pembaharuan yang diharapkan oleh spirit pembaharuan sang pendiri Muhammadiyah ini bahwa cita-cita sebagaimana wasiat tersebut tetap hidup dan menghidupkan gerakan ini di setiap zaman dan tempat. Dengan demikian, episteme gerak kadermu di setiap muncul nilai baru dalam bentuk, ide, cita-cita, dan seluruh amal gerak sebagaimana tema-tema tersebut, hadirlah episteme sistemik kumulatif.
Pertama, bagi kadermu, tema “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” ini merupakan tantangan yang harus melahirkan peluang-peluang baru secara inovatif dan memajukan diri, sesama, dan kehidupannya. Kemakmuran harus dihadirkan senyata-nyatanya dan sebenar-benarnya dan nir artifisial.
Milad ke-112 dan sekaligus menjadi tema Tanwir Kupang, NTT, yang akan diselenggarakan pada 4-6 Desember 2024, memiliki makna mendalam, yakni bahwa kemakmuran bukan hanya soal harta dan tahta, melainkan kesejahteraan spiritual, mental, dan sosial. Kemakmuran pun berkaitan dengan keadilan sosial dan kehidupan harmoni yang sesungguhnya.
Di sinilah perlu dihadirkan karakter kadermu yang komitmen, bertangung jawab dan bersemangat, serta semua dilakukan secara meristokratif atas dasar iman, ilmu, kemampuan, dan kompetensi yang dimilikinya, bukan atas dasar karena keturunan (nasab) dan privelege (hadiah).
Di sinilah kadermu adalah mereka yang memiliki sikap visioner, selalu mau berikhtiar menjalankan misi gerakan (haroki) sekaligus sikap pemberani (syaja’ah), berani berjuang, berani beresiko, berkorban, berani ihklas. Kemudian bisa terhindar dari sikap pecundang yang cirinya antara lain emosian, baperan, mencari kambing hitam, arogan, licik-manipulatif, dan bahkan sering kali bertindak reaksioner.
Kadermu yang diharapkan tentu selain hadir karena meristokrasi tersebut, tentu juga yang diharapkan adalah kader-kader yang berjiwa profesional dalam bekerja dan berkarya, dan tentu saja juga yang berkontribusi setiap saat, bukan yang hanya aktif (eksis) di akhir tahun atau menjelang akhir periodisasi.
Alhasil kadermu merupakan kader terpilih sekaligus cerdas, berani bersikap, kesiapan memilih dengan tepat sebuah keputusan. Mereka berani untuk senantiasa konsekuen antara kata dan perbuatan atau kata sejalan tindakan dan lisanul hal afsahu lisanul maqal (perbuatan lebih absah dibandingkan dengan retorika).
Kedua, secara organisasional, kehadiran Muhammadiyah tetap menguatkan cita-cita dasar yang tidak tergantikan, yakni semangat risalah Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk nilai luhur aksiologis rahmatan lil’alamin. Oleh karena itu, Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan selalu memiliki semangat dan berkontribusi untuk semua sebagai ejawantah dari semangat risalah tersebut.
Dalam konteks ini, makna kemakmuran berkaitan eat dengan keadilan sosial, yakni setiap masyarakat (umat ijabah dan umat dakwah) berhak mendapatkan perlakuan adil dan makmur dari amal nyata Muhammadiyah tanpa memandang latar belakang dan disparitas kelompok.
Kemakmuran pun dalam makna institusional berkaitan dengan hidup harmoni, yakni hidup yang mengakui keragaman (alamiah, ilmiah, dan amaliah) berupa kesadaran kritis bahwa kita hidup bersama yang terdiri atas unsur-unsur dan komponen yang tidak sempuna saat sama lain.
Namun, atas ketidakidealan itulah hadir rasa welas asih, tepo seliro, respek kepada semuanya, saling menghargai, dan mau menerima segalanya atas dasar bahwa ini semua adalah anugerah ilahi yang sepatutnya kita perjuangkan dalam hdup yang penuh berkah, salam, dan damai.
Untuk mengakhiri refleksi ini, marilah kita merenungi firman Allah SWT, “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa dan janganlah tolong-menolong dalam perbuatan keji dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah: 2).
*Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Garut