Kualitas hasil Pemilu 2024 akan ditentukan oleh kredibilitas calon eksekutif dan legislatif yang diusung, bukan hanya oleh partai politiknya.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua PWM Jatim, Dr. dr. Sukadiono MM. Menurutnya, dalam memandang politik praktis dan Pemilu, bukanlah dari asal partai politiknya, tetapi dari sumbangsih, kontribusi, kinerja, dan kredibilitas calon tersebut.
“Ketika kita memandang politik praktis dan Pemilu, kita tidak melihat partainya, tetapi seberapa besar sumbangsihnya, kontribusinya, kinerjanya, dan kredibilitasnya,” katanya saat membuka Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim di Hotel Aston Gresik pada hari Ahad (4/6/2023).
Suko, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa Muhammadiyah memiliki lima doktrin, yaitu doktrin tauhid, doktrin menggerakkan pencerdasan, doktrin mobilisasi amal usaha, doktrin taawun alal birri wattaqwa, dan doktrin menjauhi politik praktis.
“Namun, menjauhi politik praktis bukan berarti apatis terhadap politik. Artinya, Muhammadiyah sebagai organisasi menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik. Jadi, tidak penting dari partai mana, tetapi siapa mereka dan bagaimana kontribusinya, bagaimana kredibilitasnya,” jelasnya.
Sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, Suko menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak akan terlibat dalam dukung-mendukung calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. “Kami tidak akan menggunakan simbol-simbol persyarikatan untuk mendukung calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu,” tegasnya.
Suko berharap bahwa LHKP sebagai Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) di lingkup PWM Jatim, yang bertanggung jawab dalam politik kebangsaan dan kebijakan publik, akan menjadi navigator yang memberikan arahan dan saran yang kemudian dapat dieksekusi oleh pimpinan.
“LHKP adalah navigator yang memberikan nasihat, arahan, saran, masukan, penjelasan, dan sebagainya. Karena mereka yang tahu peta perjalanan. Namun, untuk eksekusinya tentu kembali kepada pimpinan yang harus melaksanakan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Suko memberikan pesan bahwa dalam berpolitik praktis, penting untuk tidak mudah terprovokasi. “Politik adalah gairah, jadi tidaklah mudah. Jika tidak ada gairah, maka tidak akan berhasil. Dan jangan terprovokasi dengan mudah, jangan mudah marah. Karena tidak ada teman yang abadi, begitu pula tidak ada lawan yang abadi,” tegasnya. (tik)