Kabargresik_ PDAM Gresik dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh mantan direkturnya sendiri. Diduga ada praktik korupsi saat pembangunan dikawasan Driyorejo pada tahin 2012 lalu.
Mengutip laman detik.com pada Rabo (4/11) Pelapor adalah pensiunan pegawai PDAM Gresik.
“Uang negara yang dirugikan diduga sekitar Rp 50 miliar,” kata mantan Direktur Teknik PDAM Gresik Chris Hadi Susanto kepada wartawan di Restoran Agis, Rabu (4/11/2015).
Chris menceritakan, kasus dugaan korupsi yang sudah dilaporkan ke KPK September 2015 lalu ini berawal saat PDAM Gresik tahun 2012 bekerjasama dengan dua rekanan investor untuk membangun proyek di kawasan Driyorejo, Gresik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rekanan pertama adalah PT Dewata Bangun Tirta (DBT). Perusahaan ini membangun proyek instalasi pengolahan air di Legundi, Driyorejo dengan investasi sebesar Rp 46 miliar.
Rekanan kedua adalah PT Drupadi Agung Lestari (DAL). Perusahaan ini membangun proyek rehabilitation operation transfer di Krikilan, Driyorejo dengan investasi sebesar Rp 86 miliar.
Kedua proyek tersebut ditargetkan selesai satu tahun. Dalam perkembangannya, proyek yang dikerjakan PT DBT selesai. PT DBT mampu memproduksi air baku PDAM sebanyak 200 liter per detik. Air yang diproduksi PT DBT diharapkan membantu kekurangan air yang dibutuhkan PDAM Gresik.
PDAM Gresik sendiri hanya mampu memproduksi air 550 liter per detik, dan kurang 100 liter per detik. Kekurangan inilah yang dicukupi oleh PT DBT. Yang dipermasalahkan Chris di sini adalah, PDAM membeli air dari PT DBT dua kali lipat dari harga yang diproduksi sendiri. Dan PDAM justru menutup produksinya sebanyak 100 liter per detik.
“Sekarang ini PDAM Gresik hanya memproduksi air 450 liter per detik. Padahal PDAM Gresik mampu memproduksi air 550 liter per detik. Justru yang 100 liter per detik dimatikan dan membeli semua air 200 liter per detik yang diproduksi PT DBT,” lanjut Chris.
Chris menambahkan, harga yang harus dibeli PDAM Gresik dari PT DBT adalah Rp 2.500 meter kubik. Padahal harga produksi air PDAM sendiri hanya Rp 1.000-1.200 meter kubik. Selisih harga ini lah yang dipermasalahkan Chris.
“Kenapa yang 100 liter pe detik dimatikan dan justru membeli yang lebih mahal. Kenapa justru membeli rugi, terus uangnya ke mana,” ujar Chris.
Untuk PT DAL, Chris mempermasalahkan proyeknya yang belum jadi. Bahkan hingga sekarang proyek tersebut belum kelar juga, hanya dikerjakan 50%. Chris mempermasalahkan adanya pembiaran proyek tersebut. Padahal dalam klausulnya ada kesepakatan bahwa jika investor tidak menyelesaikan proyeknya, maka pengerjaan proyek bisa dilelang ulang.
“Tapi yang terjadi tidak demikian. Proyek tersebut dibiarkan saja bahkan hingga sekarang, sudah tiga tahun dibiarkan,” terang Chris.
Untuk nominal kerugian Rp 50 miliar yang dilaporkan ke KPK, Chris menghitung hanya dari kumulasi kerugian proyek PT DBT yang produksi airnya dibeli oleh PDAM Gresik sejak awal hingga sekarang. Chris tidak menyertakan kerugian investasi pada proyek PT DAL.
Dalam konferensi pers tersebut, Chris ditemani oleh Zaki Zulkarnain, mantan Direktur Umum PDAM Gresik. Pada 2012, Chris dan Zaki dipecat oleh Bupati Sambari Halim Radianto dengan tuduhan telah merugikan negara.
Pemecatan itu kemudian di-PTUN kan keduanya. Dalam sidang PTUN, Chris dan Zaki dinyatakan menang pada 2013, dan mereka pun kembali bekerja hingga mereka pensiun pada 2015.
“Laporan tersebut telah kami laporkan ke KPK. Kami tidak melaporkan siapa, tapi kami melaporkan adanya dugaan korupsi di PDAM Gresik. Laporan telah diterima dan KPK menjanjikan akan melakukan penyelidikan,” pungkas Chris.
Andri Irawan, ketua LSM Masyarakat Transparansi Jawa Timur (Matra Jatim) yang mendampingi Chris dan Zaki mengatakan dugaan korupsi Rp 50 miliar di tubuh PDAM Gresik patut diselidiki kemana saja uang tersebut mengalir. (Dtc/K1)