BANDUNGMU.COM, Jakarta – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), yang mewakili suara dan aspirasi lebih dari 100.000 nelayan tradisional di seluruh Indonesia, merilis laporan komprehensif tentang tantangan kritis yang dihadapi oleh nelayan kecil dan tradisional dan harapan nelayan untuk pemilu 2024 mendatang.
Menurut Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, riset KNTI menggambarkan data sulitnya nelayan tradisional: kurangnya perlindungan hak tenurial, dampak buruk perubahan iklim, dan akses energi yang tidak merata yang mengganggu mata pencaharian para nelayan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini mengungkap realitas pahit di mana 97 persen nelayan Indonesia, yang sebagian besar berskala kecil dan tradisional, memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi negara, tetapi tetap terpinggirkan dan miskin karena hambatan sistemik dan lingkungan,” kata Dani Setiawan dalam Diskusi Publik: Harapan Nelayan Pada Pemilu 2024 di kantor KNTI, Pejaten, Jakarta Selatan, pada Rabu (07/02/2024).
Lanjut Dani, KNTI mengajak para capres untuk jangan berhenti di retorika semata. Namun, persoalan konkret dipenuhi secara langsung dan bersungguh-sungguh memenuhi kesejahteraan nelayan.
“Berdasarkan riset yang dilakukan oleh KNTI terkait sosial ekonomi nelayan, menunjukkan potret yang memperkuat kenyataan di lapangan bahwa nasib nelayan tradisional butuh kebijakan perlindungan yang lebih kuat dan kebijakan anggaran yang lebih banyak sehingga percaya diri dengan profesinya,” tegas Dani
Selanjutnya, riset yang berkaitan dengan hak tenurial nelayan seperti penggusuran rumah di wilayah pesisir, wilayah tangkap, ancaman kapal asing, serta ancaman kapal besar dengan trawl.
KNTI secara khusus menyorot dan menolak kebijakan ekspor pasir laut karena menguntungkan negara lain dan merugikan negara sendiri.
KNTI juga menyorot terkait dengan dampak perubahan iklim, akhir tahun 2023 kemarin KNTI telah melakukan kegiatan Rembuk Iklim Pesisir di 35 kabupaten dan kota bertepatan dengan Hari Nusantara.
“Faktanya, dampak perubahan iklim semakin nyata seperti cuaca ekstrem dan gelombang tinggi. Ketika terjadi kecelakaan di laut, nelayan tidak mendapat perlindungan dari negara seperti jaminan sosial,” ungkap Dani.
“Dampak perubahan iklim tidak hanya berdampak kepada nelayan secara individu tapi juga Perempuan pesisir karena disaat suaminya melaut makan istrinya yang menjadi tulang punggung,” terang Dani.
Dani menyampaikan bahwa nelayan harus mulai didorong menggunakan energi baru terbarukan karena hampir 80 persen tidak mengetahui tentang EBT.
Pemerintah dalam hal ini seharusnya tidak hanya memberikan subsidi bagi motor dan mobil listrik. Namun, juga di sektor kelautan khususnya nelayan.
Diskusi publik KNTI ini juga menghadirkan narasumber, di antaranya Revrisond Baswir (Ketua Dewan Pakar DPP KNTI/ Ekonom Indonesia), Ray Rangkuti (Dewan Penasehat DPP KNTI/Pengamat Politik Indonesia), dan Hening Parlan (Green Faith Coord Indonesia).
Revrisond Baswir menyampaikan satu hal terlupakan jika bicara kondisi nelayan adalah bagaimana mendekati keterbelakangan nelayan, apakah dengan pendekatan ekonomi pasar atau pendekatan yang lain.
Karena dalam pasal 33 ayat 1 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dalam hal ini koperasi.
“Upaya memperbaiki kehidupan nelayan tidak seharusnya dengan ekonomi pasar, tetapi dengan intervensi negara. Negara belum hadir dalam kehidupan nelayan sehingga adanya praktek pembiaran khususnya dalam sektor kehidupan nelayan,” terang Revrisond.
Revrisond juga berharap adanya perbaikan dalam logika pasar di sektor kelautan perikanan untuk mengubah kehidupan nelayan.
Ia juga menyinggung terkait dengan Pemilu 2024, menginginkan adanya pemimpin yang melakukan intervensi untuk melindungi nelayan.
“Dengan membiarkan logika pasar bekerja dalam kehidupan nelayan maka dampaknya mengerikan karena direduksi sedemikian rupa. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi merawat kultur kehidupan nelayan seperti sekolah dan kurikulum yang sesuai dengan masyarakat nelayan,” jelas Revrisond.
“Pertanyaannya sekarang adakah kandidat yang secara jelas memasukkan amanah pasal 33 yang non pasar dalam rancangan kebijakannya terhadap nelayan? Karena yang dibutuhkan adalah kepemimpinan nasional yang melakukan intervensi untuk melindungi nelayan dan memiliki agenda untuk menumbuhkan koperasi,” tambah Revrisond.
Revrisond mengatakan bahwa momen (pemilu 2024) sangat bagus bagi KNTI untuk memantapkan gagasan dan dikemas tidak lagi parsial (individu nelayan).
Namun, secara komprehensif menjawab semua persoalan nelayan, termasuk menguatkan kelembagaan koperasi nelayan dan kampung-kampung pesisir.
“Kita bisa sebut dan mengusulkan kepada pemerintah berikutnya gagasan ini sebagai proyek strategis nasional peningkatan kesejahteraan nelayan tradisional, ” tegasnya.
Sementara itu, Ray Rangkuti selaku Pengamat Politik Indonesia dan Hening Parlan dari Green Faith Coord Indonesia menyinggung terkait dengan Pemilu 2024.
Menurut Ray, para kontestan politik saat ini tidak memiliki ikatan kuat kepada nelayan. Hal ini berbanding saat pilpres 2019 ketika Jokowi menyinggung mengenai tol laut.
Sementara itu, Hening menyampaikan bahwa nelayan harus dibantu untuk mengurusi kerentanan tenurial (culture to structure).
Pasalnya ada perbedaan penanganan kerentanan tenurial antara pemerintah dan rakyat sehingga harus disambungkan. Dalam hal ini KNTI dapat mengisi celah sebagai penyambung antara pemerintah dan nelayan.
“Saya mendesak pemimpin baru dan menjadikan KNTI sebagai Lembaga penyambung antara nelayan dan pemerintah. Beliau juga merekomendasikan,” tutup Hening
KNTI menyajikan serangkaian rekomendasi kepada calon pemimpin Indonesia yang terpilih dalam Pilpres 2024 kelak yang bertujuan untuk mengatasi tantangan di atas.
KNTI yang sering disebut rumah nelayan ini menyerukan intensifikasi program pendidikan dan pelatihan.
Tujuannya untuk membekali nelayan dengan strategi adaptasi, pengakuan dan perlindungan hukum atas hak tenurial nelayan, pergeseran dari subsidi bahan bakar ke bantuan finansial langsung, pengembangan skema asuransi iklim yang disesuaikan untuk nelayan skala kecil, promosi energi terbarukan dan teknologi bersih, serta penegakan regulasi penangkapan ikan berkelanjutan.
Seiring Indonesia bersiap untuk momen elektoral yang penting, KNTI mendesak pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk memprioritaskan kesejahteraan dan pemberdayaan nelayan kecil dan tradisional.
Organisasi ini menganjurkan masa depan di mana nelayan tidak hanya sebagai penjaga laut.
Namun, juga sebagai penerima manfaat kekayaannya, memastikan keberlanjutan sumber daya kelautan Indonesia untuk generasi yang akan datang.***