BUNGAH | NUGres – Kajian Kitab Arba’in Nawawi yang digelar oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bungah dalam bingkai kegiatan rutin Lailatul Kopdar #2 pertemuan keduabelas pada Ahad (24/3/2024), dengan mengupas hadist ke-38.
Digelar di Gedung MWCNU Bungah, acara tersebut dihadiri sekitar 60-an Nahdliyyin, yang terdiri dari perwakilan beberapa banom-banom MWCNU diantaranya GP Ansor, Fatayat NU dari ranting Bedanten dan Sukorejo, PK IPNU IPPNU MA Ma’arif NU Assa’adah dan SMK Assa’adah Bungah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kegiatan ini diawali dengan pembukaan yang dimoderatori oleh rekan M. Baihaqi Alamsyah ketua PAC IPNU Bungah. Kemudian berlanjut pada acara inti, yakni ngaji kitab Arba’in Nawawi hadits ke-38 yang dibacakan oleh Ustadz Abdul Wajid Al-fahmi.
Dalam kesempatan kali ini, qori’ yang akrab disapa Gus Wajid membacakan hadits yang merupakan hadits Qudsi (perkataan langsung dari Allah) berisi tentang Wali Allah.
Wali secara arti bahasa adalah sesuatu yang cinta dan dekat. Jadi istilah wali itu orang yang dekat, orang yang dicintai dan juga mencintai.
“Wali juga memiliki arti yang menguasai, maka dari itu ada istilah wali murid yang berarti dekat dan cinta dengan muridnya, atau ada juga istilah wali kelas dalam artian yang menguasai kelas,” imbuhnya.
Dikutip dari Ibnu Hajar mengenai istilah wali, beliau berkata “bahwasanya yang disebut wali itu orang yang senantiasa taat kepada Allah Swt.”
Jika ada orang yang mengaku wali dan memiliki karomah (keistimewaan) namun ketika dilihat dari ketaatannya malah jauh dari ketaatan kepada Allah, dan sering melanggar perintah-perintah Allah, maka keistimewaan itu bukanlah karomah melainkan istidraj, “berarti orang-orang tersebut bukanlah waliyullah tetapi walinya setan,” ucap Gus Wajid.
Dalam penjelasannya, Gus Wajid juga menyinggung beberapa permasalahan hidup yang sering terjadi salah satunya yakni ada orang yang bisa melihat kabar di masa mendatang, bisa mengobati orang sakit dengan cara yang tidak sesuai dengan medis, bahkan bisa menebak jodoh seseorang dan ternyata cocok, lalu setelah melihat keistimewaan-keistimewaan tersebut maka janganlah dengan mudah memutuskan bahwa dia adalah seorang wali, lihat dulu bagaimana caranya bersyari’at, jika dia jauh dari kata taat maka yakinlah bahwa orang tersebut bukanlah waliyullah melainkan wali-walinya setan.
“Jadi intinya wali itu orang yang senantiasa melaksanakan ketaatan kepada Gusti Allah,” kata Gus Wajid.
Diterangkan pula dalam hadits ke-38 “Barangsiapa yang memusuhi wali-wali Allah, maka aku (Allah) umumkan perang pada orang tersebut”.
Gus Wajid menambahkan bahwa manusia tidak pernah tahu walinya Allah itu yang mana. Tidak lalu kemudian dengan melihat seseorang yang ahli sholat, dia serta merta menjadi wali. Padahal, di mata Allah itu hanya pamrih, riya’, dan tidak ikhlas, “akhirnya jauh dari kata wali, tetapi yang paling mudah dalam mengetahui wali Allah adalah dengan melihat ketaatannya kepada Allah.”
“Akhirnya hubungan dengan sesama manusia kita harus saling menghormati, karena bisa jadi orang yang kita singgung itu adalah seorang wali, sehingga kita senantiasa berbuat baik dan berhusnudzon terhadap orang lain,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dalam hadist ke-38, Gus Wajid menjelaskan beberapa kiat-kiat menjadi wali, diantaranya adalah:
- Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dengan cara menjalankan apapun yang diwajibkan oleh Allah, dan
- Senantiasa melaksanakan kesunnatan-kesunnatan setelah melakukan kefardhuan.
Gus Wajid menekankan lagi bahwa “tidak ada walinya Gusti Allah yang tidak melakukan kefardhuan”.
Sempat diceritakan pula tentang salah satu murid Syekh Abdul Qadir Al Jailani yang dulunya sering mendengar cerita bahwa beliau bisa terbang, bahkan bisa menghidupkan tulang, namun setelah bertahun-tahun berguru kepada beliau, murid tersebut bertanya-tanya mana keistimewaan yang biasa ditunjukkan oleh Syekh Abdul Qadir Al Jailani, lalu beliau menjawab, “Ah karomah-karomah seperti itu biasa, dan sangatlah mudah, tetapi selama ikut dengan saya apakah kamu pernah melihat saya meninggalkan sholat berjamaah?”
“Tidak pernah,” jawab murid tersebut.
“Itulah karomah yang paling berat. Karomah yang paling luar biasa adalah orang yang bisa sholat fardhu, dan tidak pernah meninggalkan sholat fardhu bahkan dalam keadaan berjama’ah”, lanjut Syekh Abdul Qadir Al Jailani.
“Maka kalau pengen jadi wali Allah tidak perlu mengejar karomah badan kebal, bisa terbang, yang penting cukup ahli sholat jama’ah (bagi laki-laki), kalau perempuan yang penting tidak sampai meninggalkan sholat fardhu,” kata Gus Wajid.
Dan terakhir, dalam hadist ke-38 ini Gus Wajid menerangkan dengan makna yang sudah diperhalus “Bahwa Allah akan mengarahkan penglihatan walinya menuju penglihatan yang baik, sehingga penglihatan para walinya digerakkan untuk sesuatu yang mendekatkan kepada Allah, pendengarannya dijaga oleh Allah sehingga dihindarkan dari perkara-perkara yang berbau maksiat, begitupun dengan anggota badan lainnya”.
Sebelum mengakhiri pengajian, Gus Wajid menerangkan bahwa doanya para wali itu mustajab, dan karena kita tidak pernah tahu walinya Allah, yang terpenting kita husnuzan, barangkali orang yang di hadapan kita adalah wali, meskipun orang tersebut kelihatannya biasa-biasa saja. Ciri wali adalah orang yang senantiasa melakukan kefardhuan ditambah melaksanakan kesunnatan. Yang paling utama adalah terus senantiasa taat kepada Allah Swt.
Penulis: Erniawati
Editor: Maghfur Munif
sumber berita ini dari nugres.or.id