Kapan Umat Islam Pertama kali Melaksanakan Salat Tarawih?

- Editorial Team

Minggu, 3 Maret 2024 - 10:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salat tarawih pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw pada 23 Ramadhan 2 H. Saat itu, Rasulullah tidak hanya mempersembahkan salat ini di masjid, tapi juga kadang-kadang di rumah, memberikan pesan bahwa salat tarawih bukanlah suatu kewajiban mutlak.

Pada era Nabi, salat tarawih terdiri dari sebelas rakaat, sesuai dengan hadis yang mencatat dialog antara Abu Salamah dan ‘Aisyah mengenai jumlah salat tarawih. Imam Bukhari dalam kitabnya memasukkan hadis ini ke dalam “Kitab Tarawih”, menegaskan bahwa hadis ini bukanlah bagian dari kelompok hadis witir.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tradisi sebelas rakaat ini terus berlanjut hingga masa Khulafa Rasyidin, terutama pada masa ‘Umar. Pada tahun 14 H/635 M, ‘Umar Al Faruq menetapkan pelaksanaan jamaah tarawih di Masjid Nabawi dengan sebelas rakaat. Tidak ada catatan yang mencatat perubahan kebijakan ini oleh ‘Umar atau dua khalifah sesudahnya, ‘Usman dan ‘Ali. Dengan demikian, diperkirakan bahwa selama masa Khulafa Rasyidin, salat tarawih di Masjid Nabawi tetap sebelas rakaat.

Meskipun ada klaim dari sejumlah ulama, termasuk Ibn al-Mulaqqin, yang menyebutkan bahwa ‘Umar adalah pelopor salat tarawih dua puluh rakaat, namun klaim ini tidak didukung oleh bukti riwayat yang sahih. Sebaliknya, kebijakan ini hanya dapat ditemukan dalam interpretasi ulama terhadap asar Yazid Ibn Khusaifah dan asar Muhammad Ibn Yusuf.

Baca Juga :  Di Ajang Sport and Art Competition, SMP Muhammadiyah 7 Cerme Borong Juara Tapak Suci Tingkat Nasional

Perubahan signifikan terjadi pada akhir pemerintahan Mu‘awiyah (w. 60 H/680 M) atau beberapa tahun sebelum Perang al-Harrah (63 H/683 M). Pada saat itu, Khalifah pertama Umayyah ini mengubah salat tarawih di Masjid Nabawi menjadi tiga puluh sembilan rakaat, termasuk witir. Kebijakan ini tetap berlaku hingga abad ke-4 H.

Pada abad ke-4 H, panglima Jauhar al-Siqily dari Dinasti Fatimiyah meraih keberhasilan besar dengan menaklukkan Dinasti Iksidiyah yang berada di bawah kekuasaan Abbasiyah. Akibatnya, Mekkah, Madinah, dan Jerussalem secara otomatis jatuh ke wilayah kekuasaan Fatimiyah yang beraliran Syiah. Perubahan signifikan pun terjadi pada salat tarawih di Masjid Nabawi yang sebelumnya tiga puluh sembilan rakaat termasuk witir, diubah menjadi dua puluh rakaat.

Namun, gelombang perubahan ini tidak bertahan lama. Seiring berkurangnya wilayah kekuasaan Fatimiyah, kota suci Madinah kembali berada di bawah kendali Sunni, terutama pengikut Mazhab Maliki pada abad ke-8 H. Hakim Tinggi Madinah, Imam al-‘Iraqi (w. 806/1403), memulihkan tradisi salat tarawih di Masjid Nabawi dengan mengembalikannya kepada tiga puluh sembilan rakaat, termasuk witir. Pelaksanaannya dilakukan dalam dua tahap: dua puluh rakaat pada awal malam, setelah salat Isya, dan enam belas rakaat pada akhir malam, menjelang subuh. Tradisi ini bertahan kuat selama berabad-abad.

Baca Juga :  STEAMS Inventions Siswa SDMM Siap Dipamerkan

Periode modern membawa perubahan besar dalam tata cara pelaksanaan salat tarawih di Masjid Nabawi. Pada masa Perang Dunia I (1914-1918), keputusan penguasa Saudi untuk berkoalisi dengan Inggris dan runtuhnya Dinasti Ottoman selama Perang Dunia II membawa Abdulaziz dari Kerajaan Arab Saudi memenangkan kendali atas seluruh Najd dan Hijaz, termasuk Makkah dan Madinah pada tahun 1344 H/1926 M. Dari saat itu hingga kini, Masjid Nabawi berada di bawah cakupan pemerintahan Saudi, dan salat tarawih dilaksanakan dalam format dua puluh rakaat.

Era ini mencatat keberlanjutan salat tarawih dalam format dua puluh rakaat sepanjang pemerintahan Saudi. Meskipun dinamika politik dan kekuasaan telah berubah, tradisi salat tarawih tetap konsisten dengan format yang diadopsi pada awal pemerintahan Saudi. Pergeseran kebijakan dan perubahan pada tingkat geopolitik tidak menggoyahkan fondasi praktik ibadah ini.

Sebagai penutup, memilih praktik dari masa Nabi sebagai contoh bukanlah sekadar nostalgia, tetapi panggilan untuk kembali pada akar tradisi yang bersumber dari ajaran beliau. Sabda beliau, “shallau kama raaytuuni ushalli” (sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku, Nabi Saw, salat!), menegaskan pentingnya mengikuti jejak langkah beliau. Jejak tersebut terpatri dalam delapan rakaat salat tarawih dan tiga rakaat witir total sebelas rakaat.





Sumber berita ini dari girimu.com

Follow WhatsApp Channel www.kabargresik.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Dari ‘Fun Out Bond’ Darul Arqom PCM Kebomas, Semula Cuek Bebek Jadi Akrab dan Kompak
Urun Rembug Pilrek UMG Periode 2025-2029
Peringatan Isra Miraj di Spemia: Bangun Mental Tangguh ala Generasi Z”
Ustadz Abdul Basith: “Kesalehan Bukan untuk Merendahkan Orang Lain”
Siswa MIAS Bungah Jadi “Guru Kecil”, Kenalkan Sains dan Kreativitas pada Anak TK
SD Muhammadiyah 1 Wringinanom Gelar Pawai Odong-Odong Peringati Isra’ Mi’raj 1446 H
SPEMUPAT Jalin Silahturahmi melalui Darlingku
SD Muhammadiyah 1 Wringinanom Gelar Pawai Odong-Odong Peringati Isra’ Mi’raj 1446 H
Berita ini 3 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Rabu, 5 Februari 2025 - 04:43 WIB

Dari ‘Fun Out Bond’ Darul Arqom PCM Kebomas, Semula Cuek Bebek Jadi Akrab dan Kompak

Selasa, 4 Februari 2025 - 19:42 WIB

Urun Rembug Pilrek UMG Periode 2025-2029

Selasa, 4 Februari 2025 - 10:41 WIB

Peringatan Isra Miraj di Spemia: Bangun Mental Tangguh ala Generasi Z”

Selasa, 4 Februari 2025 - 01:40 WIB

Ustadz Abdul Basith: “Kesalehan Bukan untuk Merendahkan Orang Lain”

Senin, 3 Februari 2025 - 16:39 WIB

Siswa MIAS Bungah Jadi “Guru Kecil”, Kenalkan Sains dan Kreativitas pada Anak TK

Berita Terbaru

Muhammadiyah Gresik

Urun Rembug Pilrek UMG Periode 2025-2029

Selasa, 4 Feb 2025 - 19:42 WIB