Aparatur sipil negara (ASN) yang dipecat oleh pimpinannya baik Bupati, walikota, gubernur maupun pimpinan kementrian bisa mengajukan banding administratif.
Peraturan pemerintah terkait keberatan atas sanksi pemberhentian sebagai aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) dan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2021 tentang upaya administratif dan badan pertimbangan aparatur sipil negara. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak 10 Agustus 2021.
Dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 PP tersebut, PNS atau ASN yang tidak puas akan keputusan PPK atau keputusan pejabat dapat mengajukan keberatan lewat banding administratif.
“Pegawai ASN yang tidak puas terhadap Keputusan PPK atau Keputusan Pejabat dapat mengajukan Upaya Administratif,” demikian bunyi ayat 1.
“Upaya Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Keberatan dan Banding Administratif,” lanjut ayat 2.
Banding administratif dapat diajukan secara tertulis disertai alasan dan bukti oleh PNS atau ASN yang kemudian ditujukan kepada Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) dan ditembuskan kepada PPK.
Pada Pasal 11 ayat 3 banding administratif tersebut harus diajukan paling lama 14 hari kerja setelah tanggal keputusan PPK atau pemberhentian.
Lebih lanjut, Pasal 13 ayat 2. banding administratif tersebut harus ditanggapi oleh PPK kepada BPASN paling lama 21 hari setelah diajukan oleh PNS atau ASN. Jika PPK tidak memberi tanggapan, BPASN akan mengambil keputusan terhadap bukti yang ada.
Pada Pasal 16 ayat 1. keputusan BPASN nantinya dapat berupa penguatan hingga pembatalan keputusan PPK terhadap ASN atau PNS terkait. Keputusan BPASN ini juga harus diikuti oleh semua pihak tanpa terkecuali.
Berdasarkan PP tersebut, ASN dan PNS yang tengah melakukan upaya banding tetap mendapatkan gaji hingga tunjangan. Namun ketentuan gaji dan tunjangan tersebut bisa terlaksana jika ASN atau PNS terkait mendapatkan izin dari PPK. (Tim)