Kabargresik.com – Siapa yang tidak kenal dengan jajanan tradisional Gapitan yang menjadi tren sebagai suguhan hari raya ditahun 80an. Kini Gapitan masih eksis ditengah gempuran jajanan pabrik. Ditangan Mafruhah (35) warga Sumurber Panceng, gapitan mampu disandingkan dengan jajanan lainnya karena rasa yang berbeda.
Gapit panggang atau yang biasa disebut orang gresik sebagai gapitan, adalah salah satu jajanan atau cemilan tradisional yang biasanya hanya tersedia ketika ada hajatan atau saat lebaran saja. Namun semakin berkembangnya zaman, jajanan itu semakin hilang. Melihat pembuatannya yang membutuhkan kekuatan tangan, alasan banyak orang semakin malas untuk membuatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahan bahan untuk membuat gapit panggang ini sebenarnya terbilang sederhana dan mudah didapatkan. Hanya membutuhkan bahan tepung ketan, santan, dan garam. Cukup dengan mencampurkan bahan menjadi satu, dan menguleninya hingga sedikit kalis. Adonan yg sudah siap bisa langsung dipanggang dengan alat penjepit yang beratnya kurang lebih 2kg. Dan proses itulah yg membuat orang malas untuk memproduksi gapit panggang. Karena benar benar harus membutuhkan ketelatenan dan kekuatan.
Dimulai dari hobinya membuat jajanan, ibu dua anak ini mulai berinisiatif untuk menjual jajanan dan camilan yang salah satunya gapit panggang. Dengan melihat peluang pasar jajanan yang jarang ditemui gapit panggang, baik di toko maupun pasar. Mafruhah memulai usaha rumahannya sejak 3 tahun yang lalu, di rumahnya desa Sumurber kecamatan Panceng Gresik.
Alasan utamanya saat memulai usaha adalah untuk menambah penghasilan, selain menunggu kiriman dari suami yang bekerja sebagai TKI di Malaysia. Bekerja diluar negeri yang sudah pasti bayarannya namun tidak pasti turunnya, membuat dia mencari tambahan untuk kebutuhan sehari-hari. “Meskipun perempuan juga pengen punya penghasilan sendiri, meskipun cuma dibuat jajan anak”, jelasnya.
Usaha yang dirintis pribadi ini masih dijalankan sendiri tanpa bantuan karyawan. Dalam sehari biasanya Mafruhah dapat memproduksi gapit sebanyak 30 bungkus. Satu bungkus gapit panggang dengan berat 250gr ini dijual dengan harga 8000,- Rupiah.
Pemasaran jajanan ini, dia (Mafruhah) memilih menitipkan ke toko-toko sekitar rumahnya dan toko di desa lain, seperti desa Siwalan dan Serah. Kini camilan tradisional gapit panggang lebih mudah didapatkan dengan kemasan yang praktis. Pelanggan jajanan ini kebanyakan memang ibu-ibu. Namun mereka mengaku anggota keluarga mereka juga menyukai jajanan ini. Mulai dari anak, suami, bahkan orang tua.
Salah satunya adalah Datin (35), salah satu pemilik toko yang menjual jajanan camilan hasil rumahan di desa Siwalan Panceng. Ia mengaku mendapatkan keuntungan ketika menjualkan gapit panggang milik Mafruhah, “banyak yang nitip jajan di toko saya, tapi yang paling cepet habis ya gapitan ini”, jelasnya. Selain menjualkan di tokonya, Datin juga sering membeli sendiri gapit panggang untuk keluarganya. “Anak saya juga suka makan gapitan” tambahnya.
Saat ini mafruhah sudah memiliki pelanggan tetap di setiap toko yang dititipinya. Tapi ia mengaku masih sering menerima pesanan langsung dari pelanggannya. Biasanya pelanggan yang memesan ke rumah untuk oleh-oleh atau barang bawaan ketika ingin berkunjung ke sanak keluarga. Bahkan bukan hanya gapit panggang, Mafruhah juga menerima pesanan jajanan lainnya mulai dari camilan, kue basah, atau jajanan tradisional yang dibuat seserahan pengantin. “kalau orang yang sudah kenal biasanya langsung kerumah. Jajanan tradisional seperti wingko, juadah, dodol juga banyak yang pesen buat hajatan”, tutup Mafruhah. (linda/mg2/tik)