Oleh: Muhammad Syafi Jamhari*
KOLOM KALEM | NUGres – Suatu hari, beberapa hari menjelang datangnya bulan suci Ramadan, Nabi Muhammad Saw berkhutbah di depan para sahabat:
“Akan datang kepada kalian bulan puasa. Di dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Maka, hendaklah kamu bersiap-siap memyambut bulan tersebut dengan empat perkara. Dua perkara pertama, akan membuat kamu dicintai oleh Tuhanmu. Dua perkara yang lain, akan membuatmu mendapatkan hal yang jangan sampai kalian tidak memperolehnya. (Dua perkara pertama) memperbanyak menanamkan dalam hati kesadaran akan “Tidak ada Tuhan selain Allah” dan selalu meminta ampun kepada-NYA. (adapun dua perkara yang lain) memohon mendapat ridho Allah dan surga serta dijauhkan dari amarah Allah dan neraka.”.
Khutbah Nabi tersebut disampaikan tidak di dalam bulan Ramadhan, tapi sebelumnya. Yakni pada bulan Sya’ban.
Artinya, Nabi Muhammad Saw meminta para sahabat untuk bersiap menyambut bulan Ramadhan jauh saat bulan Sya’ban, agar bisa mendapatnya malam yang lebih baik dari 1000 malam.
Hal tersebut kemudian dalam tradisi NU ada malam Nisfu Sya’ban dan Megengan sebagai penanda kita bersiap akan mendekati dan menyambut bulan Ramadhan, yang mana potensinya adalah mendapat Malam Lailatul Qodar.
Megengan sendiri berasal dari kata megeng, yang artinya menahan. Kata megeng dalam bahasa arab bisa disamakan dengan imsak yang artinya juga menahan.
Waktu imsak adalah waktu menjelang Subuh, sekitar bacaan 50 ayat Qur’an atau setara 10 menit. Di waktu imsak kita masih boleh makan minum, namun dianjurkan menahan diri dari makan minum dan bersiap-siap menyambut waktu subuh sebagai awal puasa dengan cara membersihkan mulut dari sisa makanan dan mengisi waktu dengan ibadah.
Demikian halnya dengan Nisfu Sya’ban dan Megengan yang dilaksanakan 15 hari sampai 1 hari menjelang Ramadan, sebagai persiapan kita dalam rangka menyambut dan memasuki bulan puasa.
Kemudian, apa yang perlu kita siapkan dalam rangka megeng dan imsak untuk menyambut bulan suci ramadhan? Berdasar riwayat hadist tersebut di atas, hendaknya kita mempersiapkan hal-hal sepeti berikut:
Pertama, menanamkan dan menjiwai dalam hati makna “Asyhadu an la ilaha illa Allah”, dengan cara mengurangi dan menghilangkan makhluk-makhluk yang selama ini berpotensi kita tuhankan. Harta, jabatan, benda dan kecintaan pada hal-hal dunia yang selama ini bisa jadi lebih menyibukkan diri kita daripada ibadah kepada Allah Swt. Harus segera kita kurangi bahkan kita hilangkan sejak awal bulan Sya’ban ini.
Kedua, memohon ampun kepada Allah Swt dengan cara meninggalkan perbuatan perbuatan dosa yang bisa jadi rutin kita lakukan setiap hari.
Ketiga, memohon ridho Allah Swt dan surga dengan cara mulai memperbanyak melakukan ibadah misal salat, i’tikaf, membaca al Quran, ngaji, infaq dan seterusnya.
Keempat, memohon dijauhkan dari amarah Allah Swt dan neraka dengan cara memperbanyak sedekah, perbanyak senyum, memberi makan orang miskin, berbagi dengan teman atau saudara, dan ibadah sosial lainnya.
Sungguh demikian cara yang patut kita lakukan meneladani apa yang didawuhkan Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Sekaligus, sebagai bentuk perayaan nisfu Sya’ban dan Megengan yang hakiki. Wallahu A’lam.
*Muhammad Syafi Jamhari, Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr PCNU Gresik.