kabargresik_ Rabo siang (8/10) suhu udara di desa Karangrejo Ujungpangkah Gresik begitu menyengat, angka digital di aplikasi Android yang saya bawah menunjukkan angka 37 drajat celcius. saya bersama tiga orang wartawan yang bertugas di Gresik lainnya berusaha mengungkap sisi lain profil DN sang algojo 2 siswa MTS Al Fatah Banyuurip Ujungpangkah.
DN inisial yang sejak awal dipakai kabargresik.com untuk menyamarkan pria yang masih belum genap 18 tahun ini.
Sebagaimana adat orang Timur, kami berempat berusaha pamit kepada aparat desa di Balai Desa. sayangnya hanya ada 1 perangkat desa yang kami temui, setelah mengenalkan diri, kami berusaha untuk bertemu dengan kepala desa, dan kamipun memberanikan diri untuk bertandang ke rumah kepala desa, namun sayang, ketukan pintu rumah kepala desa belum mampu menghadirkan sosok kepala desa setempat. dari informasi seorang anak yang kebetulan memasuki rumahnya, Kepala desa tidak di rumah.
“orangnya tidak ada,” jawab anak tadi. Padahal konfirmasi yang kami lalukan kepada Camat Ujungpangkah, sang Kepala desa sudah pulang dari rapat di kantor kecamatan. Kami mencoba menghubungi melalui nomor Hanphone yang kami dapatkan, namun nada panggilan tidak dijawab.
Langkah kami untuk menemukan rumah DN dan mengorek informasi dari orang dekat, sedikit ragu. pasalnya kami takut ada salah paham dengan warga atas kedatangan para pewarta di desa Karangrejo itu.
Dengan rasa awas kami mencoba menelusuri kampung desa Karangrejo di terik matahari yang mampu menembus jaket. setelah menelusuri dua gang, berhentilah langkah kami didepan rumah kecil. berdasar petunjuk yang kami peroleh dari beberapa warga sebelum memasuki desa Karangrejo, rumah tersangka berukuran kecil dan ada usaha sound system.
Belum sempurnah saya menyandarkan motor di depan rumah tersebut, tiba-tiba warga mulai keluar rumah dengan tatapan curiga. kaget juga melihat pemandangan seperti itu. Akhirnya saya mencoba untuk mendekati beberapa warga dan mengenalkan diri, akhirnya kedatangan kami pun bisa dipahami warga.
“jujur mas kami kaget dengan kedatangan sampeyan, tak kira ada apa-apa di desa ini,” ujar salah satu warga yang enggan menyebut namanya dengan mata selidik kemudian menjauh dari kami. Kekhawatiran warga ini sangat beralasan, karena sebelumnya memang ada isu adanya penyerangan warga ke rumah tersangka.
Saya mencoba mengetuk pintu rumah DN, namun ketukan berkali – kali tidak ada respon. Kami akhirnya dihampiri salah satu warga dan menginformasikan kalau keluarga tersangka untuk sementara mengungsi dari rumahnya guna mengamankan diri.
“gak ada orang mas, mereka sudah pergi,” ujar Muis, tetangga rumah tersangka.
Rumah DN di RT 2 RW 1 desa Karangrejo. Rumah itu menghadap ke Selatan. Di depannya ada dua pohon tinggi menjulang.
Rumah itu kecil dan tidak terawat. Bahkan, kondisinya juga sudah rusak. Plafon depan rapuh dimakan rayap. Cat hijaunya juga sudah kusam. Gagang pintu depan juga lepas dan dibiarkan berlubang. Di kaca depan terdapat tulisan ‘Galaxy Sound System’ yang tertutup terpal.
DN, putra kedua dari lima bersaudara, anak pasangan Suwarno dengan Saidah. Dalam kesehariannya di kampung desa, DN adalah pemuda tanggung seperti anak desa lainnya, namun karakter DN memang agak berbeda dengan teman- teman satu kampungnya. DN cenderung pemdiam dan tidak banyak mempunyai teman di desanya.
kegiatan DN sehari-hari selain sekolah di salah satu SMA swasta di Sidayu juga membantu orang tuanya mengoperasikan sound system.
“Paling hanya membantu orang tuanya. Sebab, orang tuanya mempunyai persewaan sound system. Makanya anaknya sangat tertutup juga keluarganya,” kata Faizin perangkat desa karangrejo.
Memang ada cerita pilu saat DN beranjak remaja, DN menurut banyak tetangga dikampungnya , DN kerap kali dipukuli dengan keras oleh ayahnya, kalau DN melakukan kesalahan, namun DN tidak pernah melawan. DN sendiri menurut warga kangpung tersebut, sejak kecil memang nakal.
Namun prifil DN tidak diduga oleh warga setempat sebagai pembunuh kedua siswi MTS Al Fatah Banyuurip.
“Kami kaget bercampur marah Karena sudah mencoreng nama baik desa,” kata Faizin, 32, perangkat desa saat kami temui.
kekagetan warga memang beralasan, sebab DN saat adanya informasi terjadi pembuhuhan 2 siswi MTS Al Fatah, sikap DN dikampung sama seperti biasanya.
Muis, tetangga tersangka mengisahkan, bila saat dua korban ditemukan terbunuh, DN sempat dimintai ibunya Saidah mengantar melihat tempat kejadian perkara di kebun mangga desa Gosari. Sebab, jarak Karangrejo dengan desa Gosari hanya 2 kilometer.
“Ya biasa. Tidak ada rasa ketakutan atau sedih. Sempat mengantar ibunya ke lokasi ditemukan dua korban,” ungkap Muis.
Cerita dari Hariyadi, 29, tetangga tersangka yang jaraknya hanya lima rumah beda lagi. Saat tradisi ambengan Idul Adha usai Sholat Magrib, dirinya duduk bersebelahan dengan DS di teras masjid. Semua yang hadir membicarakan pembunuhan dua warga Banyuurip dengan serius. Tidak terkecuali dirinya dan DN juga memperbincangkan pembunuhan tersebut disertai rasa amarah, namun gesture DN tidak menunjukkan adanya sesuatu yang ganjil.
“Saya sempat bilang kepad dia (DN, red), kalo pembunuhnya tertangkap akan saya iris-iris dengan silet. Eh, ternyata pelakunya DS. Tapi saat itu, dia diem dan tenang, seolah-olah bukan pelakunya,” kenang Hariyadi.
Namun, lanjut Hariyadi, saat dari masjid pulang ke rumahnya dengan memanggul ambeng. Ternyata di tengah jalan, ambeng yang dipanggul tumpah terjatuh ke jalan. Namun, kerana dianggap biasa, warga pun hanya diam dan ikut membenahi ambeng DN.
“Eh, tak tahunya itu isyarah. Petunjuk bila yang melakukan pembunuhan warga Banyuurip adalah dia (DN, red),” katanya.
Berdasar pengakuan warga, Baik Muis maupun Hariyanto, penangkapan DN pada Minggu (5/10) sekitar pukul 08.30 WIB, dua orang anggota buruh sergap (buser) Polres Gresik meringkusnya. Saat itu, usai Sholat Idul Adha, DS membersihkan motornya di depan rumahnya. dan saat dibawah tim Buser, DN tidak melawan. warga juga heran, kenapa setelah ditangkap Polisi kaki DN diperban dan warga mendapat informasi kalau DN ditembak kakinya karena melawan saat olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
“mosok arek’e atek mlayu ta mas kok ditembak, lha Polisine opo gak akeh,” tanyah warga terheran -heran dengan kejadian itu.
Kurang puas dengan informasi dari warga di Karangrejo, akhirnnya tempat sekolah DN kami datangi. Kami memasuki Sekolah di JL Pemuda Sidayu itu hari sudah mulai siang, tidak banyak informasi yang bisa kami korek dari sekolah, disamping pihak sekolah tertutup untuk memberikan informasi secara lengkap, sepertinya keluarga besar SMA swasta itu juga terpukul atas kejadian tersebut. kedatangan kami sepertinya mengusik ketenangan siswa.
kami hanya ditemui SHO, kepala sekolah SMA Swasta tersebut di lorong masuk sekolah, berdalih sibuk karena ada tamu dari lembaga lain yang mengikat kerjasama dengan pihak sekolah, SHO hanya memberika informasi kalau DN orangnya berkatagori tidak berkatagori khusus, baik tingkah laku maupun dalam hal pelajaran sekolah. DN bagi SHO adalah siswa biasa-biasa saja karena saat masuk sekolah tersebut, pihak sekolah sudah melakukan test psyikologi dan hasilnya tidak ada catatan khusus.
“kami akui kami salah, karena anak itu luput radar pembinaan kami, siswa kami banyak sehingga mungkin ini kelemahan kami,” jelas SHO singkat. (Akhmad Sutikhon)