Kabargresik_ Entah Tren ini bagus apa tidak, di Gresik Permohonan dispensasi pernikahan bagi mempelai di bawah umur semakin meningkat dari tahun ke tahun, twrutama mereka yang berstatus pelajar dibawah umur.
Hal tersebut ditengarai karena pergaulan dan seks bebas yang kian menjamur di tengah masyarakat.
Akibatnya, para pasangan yang selayaknya masih bersekolah justru dipaksa berumahtangga sebelum memenuhi batasan usia minimal pernikahan.
Sesuai UU No 1 Tahun 1974 pasal 7 tentang pernikahan, Dispensasi Pernikahan atau Dispensasi Kawin (DK) ialah permohonan dispensasi bagi calon mempelai yang belum memenuhi ketentuan batasan usia minimal pernikahan. Ketentuannya yakni kurang dari 19 tahun untuk pria dan kurang dari 16 tahun untuk wanita. Meski tidak semuannya, untuk pemohon ini banyak dari mereka setelah ketahuan hamil diluar nikah.
Diterangkan Humas Pengadilan Agama Gresik, Achmad Shofwan mengatakan tingginya kasus DK didominasi pelajar.
Bermacam permasalahan seperti menanamkan Iman yang lebih ke diri anak saat usia dini sangat penting, begitu juga pergaulan yang bebas memicu pernasalah ini. “Pengawasan itu tidak hanya saat di bangku sekolah, namun juga keluarga yakni, orang tua harus lebih dominan untuk mengawasi anak-anaknya,” jelas Shofwan saat kantornya, Kamis 10/03/2016.
Ia melanjutkan, jika salah satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi batasan usia tersebut diatas, maka diwajibkan memiliki surat Dispensasi Kawin (DK) dari Pengadialan Agama setempat. Ironisnya, data Pengadilan Agama Gresik menunjukkan adanya kenaikan jumlah pemohon Dispensasi Kawin (DK) selama lima tahun terakhir dan tercatat pada Panitera muda.
Tercatat, pada 2015 terdapat 69 pemohon DK dan diputuskan sebanyak 68, sedang pada 2016, hingga Februari terakhir saja ada 26 pemohon dan diputus sebanyak 16 pemohon DK. Angka tersebut terus diprediksi semakin naik akibat situasi yang memungkinkan, dan kebanyakan kasus Dispensasi Kawin banyak diminta dari wilayah pedesaan. “Baru-baru ini saja, ada si pemohon justru dari pihak laki-laki, yang mana masih dibawah umurnya dari yang perempuan,” tutupnya.
Maraknya pernikahan dini yang dialami remaja puteri berusia di bawah 20 tahun ternyata masih menjadi fenomena di wiliyah Gresij. Pernikahan dini bukan menjadi suatu hal baru untuk diperbincangkan, padahal banyak risiko yang harus dihadapi mereka yang melakukannya. Penekanan Usia Produktiv agar tidak terjadi adanya pernikahan dini di Kabupaten Gresik telah dilakukan oleh Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Gresik.
“Benar, remaja yang melakukan pernikahan sebelum usia biologis maupun psikologis yang tepat rentan menghadapi dampak buruknya,” terang Miftachul Huda, Sekretaris Dinas Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Gresik.
Efek negatif pernikahan dini, lanjut Huda banyak efek negatif dari pernikahan dini, mereka belum siap untuk menghadapi tanggung jawab yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi permasalahan-permasalahan baik itu ekonomi, pasangan, maupun anak. “Mereka harus bersinggungan dengan polapikir orang dewasa, padahal jenjangnya masih lah panjang. Nanti ujung-ujungnya cerai,” pungkasnya.- (tik/K1)
Ket. Foto:Humas Pengadilan Agama Gresik, Achmad Shofwan