Sedikitnya 150 buruh PT King Furn Internasional menggelar unjuk rasa di depan pabrik yang terletak di Jalan Mayjen Sungkono, Kecamatan Kebomas, Gresik, Senin.
Para buruh yang menjadi korban PHK itu menuntut agar perusahaan kembali mempekerjakan mereka, lantaran PHK oleh perusahaan dilakukan sepihak, tanpa perundingan.
Menurut Sekretaris Kahutindo Gresik, Pua Wirawan, sampai saat ini perundingan antara pihak pengusaha dengan serikat pekerja belum menemukan titik temu.
Pihak perusahaan berdalih tetap memberlakukan kebijakan PHK, demi efisiensi operasional perusahaan. Namun, dari para buruh tetap bersikeras mendesak, agar perusahaan kembali mempekerjakan mereka, kendati pihak perusahaan telah menawarkan kepada para buruh berupa pesangon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dari 150 pekerja yang di-PHK, perkembangan terbaru sudah ada 20 pekerja yang menerima pemberian pesangon, dan rela kehilangan pekerjaannya,” katanya.
Sebenarnya, kata Pua Wirawan yang memicu aksi demo ini, lantaran pemecatan ratusan buruh dilakukan secara sepihak oleh perusahaan, tanpa melalui jalur perundingan.
Buruh yang akan bekerja terkejut karena di pintu masuk pabrik terpasang pengumuman bertanggal 11 Mei 2009 yang ditandatangani Manajemen King Furn Internasional (KFI).
Dalam pengumuman manajemen disebutkan, sehubungan dengan permasalahan di perusahaan, terkait efisiensi 150 orang tenaga kerja, bagi yang menerima akan dilayani sesuai jadwal yang ada di masing-masing surat pemberitahuan tersebut.
Bagi yang menolak, perusahaan akan menyerahkan permasalahan tersebut melalui mekanisme aturan hukum yang berlaku (Disnaker/PHI/Masa Skorsing).
Sedangkan, bagi karyawan yang tidak termasuk dalam efisiensi tersebut akan diliburkan 11-15 Mei 2009. Selama masa tersebut hak-hak normatif akan tetap dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Namun kebijakan itu tidak berlaku bagi pekerja asing.
“Sebelum ada PHK, seharusnya ada penawaran terlebih dulu kepada 150 karyawan yang masuk daftar terkena efisiensi. Jika PHK terpaksa dilakukan, perekrutan tenaga kerja baru tidak boleh menggunakan sistem outsourcing, atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT),” katanya.
Hingga kini, para buruh tetap bertahan di depan pintu pabrik, dengan memblokir pintu masuk perusahaan. Mereka tetap terus bertahan sebelum ada kebijakan pasti dari perusahaan untuk kembali mempekerjakan para buruh yang di-PHK.
(Fachrur Rozi/antara)