Lebih lanjut Thosikin menjelaskan, dari 40 warga yang tinggal di bantaran, sebanyak 13 rumah warga dalam kondisi rusak parah akibat tergerus luapan Bengawan Solo. Lebih parah lagi, warga terpaksa harus pasrah menerima nasib karena hingga saat ini belum juga mendapatkan bantuan. “Para pejabat termasuk Bupati dan DPRD sudah mengetahui kondisi tersebut, tapi belum juga ada tindakan. Apa memang warga yang tinggal di bantaran ini sengaja dihilangkan dari muka bumi Gresik,” sindir sang kades, kemarin.
Sementara itu, sekitar 70 hektare tanaman padi di Desa Baron, Kecamatan Dukun juga terendam air luapan Bengawan Solo. Menurut Kepala Desa Baron Nurul Yatim, melubernya air Bengawan Solo (hilir), karena tanggul sepanjang 20 meter di Kali Baron jebol saat hujan turun deras pada Minggu (17/10) malam. “Hujan saat itu semalam tidak berhenti, akibatnya tanggul sudah tidak mampu menahan luberan air Bengawan Solo. Jadi terendam sejak kemarin,” katanya, Selasa (19/10).
Padahal, kata Nurul Yatim, padi yang sudah berumur dua sampai tiga bulan itu batangnya akan membusuk jika sampai terendam selama empat hari lebih. “Ini adalah risiko tahunan yang sulit kita hindari. Harapan kami secepatnya ada penanggulangan tanggul dari pemerintah,” jelasnya sembari mengatakan jika pihaknya belum bisa menghitung berapa kerugian warganya akibat banjir tersebut.
Menyikapi hal itu, Camat Dukun Khoirul Anam mengaku telah menerima laporan terkait musibah yang dialami warga Desa Tirem Enggal dan Baron tersebut. Pihaknya akan secepatnya melakukan koordinasi dengan Pemkab Gresik guna mengatasi permasalahan tersebut. Sementara Kabid Sosial dajavascript:void(0)n Kejsejahteraan Rakyat Pemkab Gresik, Wahib justru mengaku belum menerima laporan terkait puluhan rumah warga bantaran yang longsor maupun puluhan hektar padi yang terancam gagal panen akibat luapan Bengawan Solo. (dik/tik)