Komandan Kodim 0817 Letkol (Inf) Ahmad Saleh Rahanar merespon keresahan kepala desa terkait maraknya pemerasan terhadap kepala desa oleh kelompok -kelompok yang mengaku LSM dan wartawan.
Komandan Kodim 0817 Letkol (Inf) Ahmad Saleh Rahanar melakukan pemantauan terhadap ‘kicauan gerombolan’ yang diduga kerap memeras dan menteror para kepala desa di Gresik melalui media sosial. Menurut Dandim, kicauan tersebut mirip dengan reaksi cacing kepanasan, mengingat kelompok tersebut dapat diduga sebagai pelaku pemerasan.
“Jika mereka bukan pelaku, tidak mungkin mereka bereaksi sepanas cacing yang digoreng. Mereka mencatut nama KWG dan PWI seolah menjadi pendukung kepala desa. Kami meyakini PWI dan KWG menjalankan profesinya sesuai dengan etika jurnalistik dan kode etik jurnalistik. Kami dan pers memiliki tanggung jawab terhadap kondisi sosial kemasyarakatan ketika dibutuhkan. Saat ini adalah saat yang tepat bagi kami untuk berkolaborasi dengan teman-teman wartawan,” ungkap Dandim.
Dandim menegaskan agar para kepala desa tidak takut terhadap intimidasi yang dilakukan oleh gerombolan pemeras yang mengatasnamakan wartawan dan LSM. Mereka hanya memanfaatkan situasi yang sangat rentan. Namun, mereka memanfaatkan celah yang diyakini tidak akan dijangkau oleh pemangku jabatan di tingkat desa.
“Dengan mengaku sebagai wartawan, mereka dapat mempengaruhi mental pejabat di tingkat desa. Mereka berupaya menipu pejabat di tingkat desa. Oleh karena itu, kami selalu mendorong agar tidak takut. Hadapi mereka dengan tegas, sekali lagi, jangan takut,” tegasnya.
Dandim menjelaskan bahwa kicauan mereka bertujuan untuk membingkai situasi agar terlihat bahwa mereka melakukan pengawasan terhadap pembangunan desa, namun dituduh melakukan pemerasan. Jika ada kepala desa yang melakukan tindak pidana, diharapkan agar melaporkannya kepada penegak hukum, bukan malah menjadi takut dan menjadi korban pemerasan.
“Mereka dengan sengaja melakukan manipulasi, agar tindakan mereka terlihat benar. Dan kita telah menemukan fakta itu (pemerasan). Baru-baru ini, kami melakukan pertemuan dengan para kepala desa di wilayah selatan. Dua jam setelah pertemuan, ada seorang kepala desa yang mengaku telah mengirim uang sebesar Rp15 juta kepada mereka. Nah, pertanyaannya adalah, mengapa hal ini terjadi? Apakah ada yang salah? Tentu ada yang salah,” tambahnya.