Wakil Ketua DPRD Kabupaten Gresik, Mujid Riduan meninjau penyintas banjir di Desa Beton, Kec. Menganti, Kab. Gresik. Mujid mengajak warga untuk mengungsi di posko pengungsian balai desa setempat.
Hal ini karena banyak korban banjir yang lebih memilih membuat tenda di pinggir jalan, karena lokasinya dekat dengan rumah mereka yang terendam banjir sejak akhir pekan lalu.
“Mari ibu-ibu kita ke balai desa saja. Di sana lebih aman, makanan dan kesehatan ibu-ibu serta anak-anak semua di sana dapat kita awasi. Di sini keselamatan anak-anak juga rawan, karena mereka bermain di tengah banjir,” ujar Mujid kepada pengungsi, Selasa (21/2/2023).
ADVERTISEMENT
![ads](https://www.kabargresik.com/wp-content/uploads/2024/12/iklan-jual-rumah_480X600.jpg)
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga meyakinan kepada para pengungsi jika rumah mereka yang terendam banjir terjamin keamanannya. Mujid memastikan pihak Kecamatan telah berkoordinasi dengan Kepolisian dan TNI untuk melakukan pengamanan.
“Para korban ini takut barang-barang mereka yang ada di dalam rumah dicuri, karena itu mereka memilih bertahan di tenda yang dibangun seadanya di pinggir jalan,” ungkap Mujid Riduan saat dikonfirmasi wartawan.
Camat Menganti, Gunawan Purna Atmaja yang turut mendampingi kunjungan Wakil Ketua DPRD Gresik menyampaikan bahwa, banjir di Desa Beton ini merupakan banjir pertama setelah 20 tahun. Ini terjadi karena tanggul anak Kali Lamong jebol sejak Jumat (17/2/2023).
“Kami sebenarnya sudah melakukan perbaikan, tapi jebol lagi. Ini karena debit air di anak Kali Lamong, tepatnya di perbatasan Desa Beton dan Desa Cermen yang ikut Kecamatan Cerme sangat besar,” ujarnya.
Di Desa Beton, banjir merendam dua Dusun dengan total 46 Kepala Keluarga (KK) yang menjadi korban, yaitu Dusun Beton dan Dusun Biyodo. Masing-masing ada 30 dan 16 KK yang menjadi korban.
“Kita sudah mengunjungi dan mengajak pengungsi pindah ke posko. Kita juga berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk senantiasa mengontrol kemaanan di wilayah banjir, sehingga para pengungsi lebih merasa aman,” tandas Gunawan.
Sementara, salah satu pengungsi, Popi (31) mengaku khawatir jika mengungsi ke balai desa, mengingat jaraknya terbilang jauh atau sekitar 1 kilometer (km) dari rumahnya.
“Kami sudah tinggal di sini selama dua tahun. Banjir baru pertama ini. Semoga tanggul jebol bisa segera dibatasi,” pungkasnya. (Ad/tik)