Kabargresik.com – Tidak semua daerah mampu mengelolah potensi wisata untuk dijadikan sumber pendapatan asli daeran (PAD). Hal ini yang dirasakan Pemkab Gresik. Berawal dari problem inilah DPRD Kab Gresik berinisiatif melakukan studi banding dengan mengandeng Komunitas Wartawan Gresik (KWG) ke Bandung Jumat (9/3/2018).
Studi banding di Bandung diikuti oleh Ketua DPRD Gresik H.Abdul Hamid, Wakil Ketua DPRD Gresik Moh. Syafi’ AM, Ketua Komisi II Solihudin dan sejumlah pimpinan dan anggota komisi.
Ketua DPRD Gresik H. Abdul Hamid menyatakan, studi banding ke Bandung bertujuan mempelajari tata kelola pariwisata sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, Kota Bandung dinilai sukses dalam pengelolaan objek wisata.
“Objek wisata di Bandung kebanyakan berupa heritage dan pegunungan, sementara daerah kami, Gresik juga punya heritage serta pantai. Pendapatan Bandung didominasi sektor pariwisata. Makanya, kami perlu belajar ke Bandung karena sudah tertata bagus, sehingga banyak berbuah PAD”, katanya.
Menurut Hamid, PAD Kota Bandung dari sektor objek wisata sangat besar, mencapai Rp 1 triliun. “Dari kekuatan APBD Bandung tahun 2018 kisaran Rp 6,36 triliun, total PAD dari objek wisata penyumbang 30 persennya,” terangnya.
Hamid menyatakan, di Kabupaten Gresik ada sejumlah wisata relegi yang sudah bisa mendapatkan PAD. Wisata dimaksud diantaranya, ziarah di Makam Syekh Maulana Malik Ibrohim. Selain itu, Pulau Bawean memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai obyek pariwisata andalan.
Kunjungan rombongan DPRD Gresik dan Komunitas Wartawan Gresik tersebut ditemui oleh Kepala Seksi Destinasi Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung Sri Susiagawati dan Seksi Pemberdayaan Masyarakat Disbudpar Kota Bandung Ari Astutik PR di gedung Bandung Creative Hub (BCH) di Jalan Sukabumi.
Sri Susiagawati dalam paparannya menyatakan, pariwisata di Kota Bandung sudah tertata, baik tempat maupun regulasinya. “Untuk pengelolaan wisata, Kota Bandung sudah memiliki Rencana Induk pembangunan pariwisata (Riparda) dan peraturan daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2012, tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.” Dengan regulasi tersebut kami mengelola objek wisata,” ujar Sri Susiagawati.
Menurut persmpuan energik ini, pemerintah Kota Bandung dalam pembangunan objek pariwisata tidak bisa selalu mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebab, kekuatan keuangan APBD tidak cukup karena banyak program yang perlu didanai.
Karena itu, pemerintah Kota Bandung melakukan sejumlah trik untuk mengembangkan dan mengelola objek wisata.
Diantaranya, dengan meminta bantuan dari pemerintah pusat dan kerjasama dengan pihak ketiga (swasta) dengan sistem Build Operate Transfer (BOT).
“Jadi nanti fisik bangunan untuk menunjang objek wisata dengan sistem BOT yang dibangun oleh pihak ketiga. Mereka yang mengelola sekian puluh tahun sesuai nota kesepahaman (MoU). Setelah itu aset menjadi milik pemerintah,” paparnya.
Ditegaskan Sri Susiagawati, pemerintah pusat dalam memberikan bantuan pengelolaan wisata daerah ada sejumlah kreteria yang harus dipenuhi.
Salah satunya, dengan melihat daerah yang akan dibantu sudah memiliki Riparda atau belum, dan sudah ada payung hukum seperti berupa Perda atau belum. “Kota Bandung sudah ada regulasi itu. Makanya, pemerintah pusat mau memberikan bantuan untuk pengembangan objek wisata di Bandung,” ungkapnya.
Kemudian pengelolaan objek wisata dengan menggandeng pihak ke-III, karena di Bandung banyak wisata yang lahannya menjadi wewenang pemerintah pusat seperti Perum Perhutani dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam(BBKSDA).
“Jadi tak ada masalah objek wisata asetnya milik pemerintah pusat. Tapi karena lokasinya di wilayah kami (Kota Bandung) maka aturan pendirian dan penyelenggaraannya sesuai aturan/regulasi yang berlaku di Kota Bandung. Teknisnya dengan kerjasama”, terangnya.
Suksesnya pengelolaan objek wisata di Kota Bandung juga tak lepas dari sinergitas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait mulai Disbudpar yang mengurus pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) yang ngurus infrastruktur jalan, Dinas Kesehatan(Dinkes) yang menangani kesehatan para pengunjung dan OPD terkait lain. (Tik/ADV)